Suasana lengang mengiringi aksi corat-coret Cak Kandar di atas kanvas berukuran 70 cm x 90 cm, Rabu (30/8) pukul 09.05 di Kebun Binatang Surabaya. Pelukis kelahiran Surabaya yang bermukim di Jakarta itu tidak sendirian. Dia melukis bersama Tessy (12), seekor orang utan.
"Kita bisa belajar banyak dari binatang dan alam, tapi kita merusak habitatnya. Jika sampai binatang lenyap, dunia jadi tidak seimbang, gonjang-ganjing," katanya.
Sebagai pelukis, Cak Kandar boleh dibilang sudah mapan. Namun, selaku kreator seni, dia tidak pernah merasa mencapai puncak kemapanan. Oleh karena itu, dia terus mencari sumber inspirasi untuk mengasah kreativitasnya.
"Dalam diri seorang pelukis harus ada kegilaan-kegilaan, karena itu saya terus mencari alternatif agar kreativitas saya tidak mati," tuturnya.
Kolaborasi antara Cak Kandar sebagai pelukis profesional dan orang utan sebagai pelukis dadakan melahirkan sebuah bentuk lukisan abstrak. Sapuan kuas berupa goresan berwarna hitam, coklat, kuning, merah, ungu dan hijau di atas kanvas lebih pada mengikuti naluri binatang.
Apakah lukisan hasil kolaborasi itu berarti atau tidak berpulang kepada penilaian setiap orang. "Itu lukisan ekspresi karena binatang menggunakan naluri. Kalau orang utan punya akal, nanti malah minta bayaran," ucap Cak Kandar.
Tiga tahun lalu, Tessy dan seekor orang utan lain, Bronky (12), pernah melukis di kegiatan lomba menggambar di KBS. "Setelah melukis berdua dengan Bronky, Tessy tidak pernah lagi melukis. Kalau diajari saya yakin hasilnya akan jauh lebih bagus," kata Suwandi, pengasuh Tessy dan Bronky.
Tiga bulan lalu Cak Kandar mengajak para pasien di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya untuk melukis bersama. Jika kali ini dia mengajak orang utan melukis bareng, hal itu barangkali aktualisasi lain dari kesenimanannya. (TIF)
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0608/31/jatim/56539.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar